- Realisasi Capai Ro 878 Miliar, Bukti Investasi di Bontang Tumbuh Positif
- IKM DPMPTSP Bontang Capai 87, Teknologi dan Inovasi Jadi Fokus Utama
- DPMPTSP Bontang Imbau Masyarakat Hindari Calo dalam Pengurusan LKPM
- DPMPTSP Gencar Sosialisasi LKPM untuk Dukung Iklim Usaha di Bontang
- DPMPTSP Bontang Prioritaskan Perbaikan Sistem Digital untuk Pelayanan Optimal
- Dorong Transparansi, DPMPTSP Bontang Optimalkan Pelaporan LKPM Online
- DPMPTSP Bontang Dorong Pemetaan Lahan untuk Tingkatkan Investasi
- Raih Predikat Sangat Baik, DPMPTSP Bontang Komitmen Tingkatkan Kualitas Layanan Publik
- Kemudahan Baru: Pengajuan SKP Penelitian di Bontang Bisa Lewat Digital
- Urus NIB Kini Lebih Mudah di Bontang, Cukup Siapkan KTP dan Nomor HP
Sepenggal Cerita Pria Renta Penarik Gerobak di Tengah Virus Corona
Keterangan Gambar : Naib 20 Tahun Jadi Penarik Gerobak (Foto/Mirah Hayati).
Penulis: Mirah Hayati
NEWS BONTANG - Di suatu pagi menjelang siang, seperti biasa aku mengendarai sepeda motorku beriringan dengan temanku. Di dalam perjalanan aku tak sengaja melihat seorang pria tua renta yang sedang menarik gerobaknya, sesekali pria tua renta itu berhenti dan mengambil nafas panjang pada saat melewati tanjakan tepatnya di Jalan S. Tampubolon Kelurahan Gunung Elai Bontang Utara Hop VI. Aku berusaha menghampiri dan mencari tau namanya yang belakangan ku ketahui namanya Naib berusia 84 tahun.
Kutawarkan bantuan, awalnya Kakek Naib menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan “Gak usah Nak, merepotkan”, jawabnya dengan nafas lelah. Kembali ku tawarkan bantuan dengan meyakinkannya bahwa aku sama sekali tidak direpotkan, akhirnya ia pun mau.
Baca Lainnya :
- Release Pemkot 26 Maret 2020: 2395 Status Monitoring, 16 ODP, 1 PDP, 1 Confirm Positif COVID-190
- Dishub Gelar Razia Penyemprotan Disinfektan Kendaraan di Terminal dan Cucian Travel0
- Rusunawa Guntung Lokasi Karantina Sehat, Sekda Imbau Warga Tak Perlu Resah0
- Bapenda Bontang Tegas Tak Beri Ruang Iklan Rokok di Median Jalan0
- Wabah Corona Menyebar, Pahala Besar Bagi yang Sabar0
Dibantu temanku Lydia, Kakek Naib kemudian naik di motorku. Ia mengalungkan tali gerobaknya di lehernya, kupastikan dia sudah duduk dengan baik dibelakangku barulah pelan-pelan ku gas motor yang ku kendarai. Di sepanjang jalan kami tak banyak bicara, karena ku tau dia lelah, dalam benakku mana anaknya, mana istrinya. Ku turunkan dia di halte bis, namun tak langsung ku tinggalkan. Ku ajak dia berbincang-bincang (ingin tahu lebih dalam) sambil kusuguhkan air mineral dan sebungkus roti.
Si kakek
bercerita, ia dari Malang (Jawa Timur), sudah 20 tahun merantau ke Bontang ini.
Disini (Bontang) tinggal sendiri di daerah Pisangan. Kerjaan sehari-harinya
mengumpulkan kardus, botol, besi dan barang bekas lainnya. Istri dan kedua
anaknya di Malang, anaknya pun sudah berumah tangga. Ia merantau karena tak
kuat lagi bekerja keras (bertani dan mencangkul)
“Di Jawa
kerjaan susah Nak, kasihan anak kakek mereka juga sudah berkeluarga. Gak mau
kakek ngerepotin mereka.” ucapnya dengan lirih.
Ku pandangi dia
sembari dalam hati “Sungguh setiap orang tua benar-benar berhati mulia, tak
ingin merepotkan anak, tak mengharapkan balas budi. Sedangkan kita seorang anak
kadang egois terhadap orang tua kita, member kabar pun jarang”. Sampai disitu aku terdiam, si kakek pun tidak
melanjutkan lagi obrolannya. Aku pun ijin untuk kembali ke kantor menyelesaikan
tugasku.
Hari ini,
Kamis 26 Maret 2020 aku berkunjung ke rumahnya. Pintu dibuka oleh seorang
perempuan sekira berusia 65 tahun, ia mempersilahkanku masuk dan akupun ikut di
belakangnya. Aku berkenalan dengannya, ia adalah istri Kakek Naib yang baru
seminggu datang dari Malang “Mau temani kakek puasa” tutupnya.
Lanjut,
dalam pertemuan kedua ini aku kiembali berbincang dengan Kakek Naib. Hari ini
dia memilih tinggal di rumah dan tak keluar menarik gerobak dikarenakan ia
sedikit tidak enak badan ditambah cuaca yang begitu panas terlebih dengan
adanya Virus Corona Disiases 2019 (Covid-19).
Ia
bercerita, ketika tidak keluar maka tidak ada penghasilan. Walaupun setiap hari
keluar terkadang tidak dapat apa-apa “Kalah cepat sama gerobak yang pakai
motor, kakek cuma narik gerobak dengan jalan kaki”. Ucapnya. Dari hasil
mengumpulkan barang bekas hanya cukup untuk makan sehari-hari itupun masih
dibantu oleh tetangga dan orang-orang yang memberinya disaat menarik gerobak “
Alhamdulillah ada saja yang memberi makanan”.
Katanya dia
biasa menjual kardus ke pengepul dengan Harga kardus 600 rupiah, harga botol
plastik 1000 rupiah per kilogram. Sekitar 2 bulanan barulah barang-barang bekas
tersebut dijual ke pengepul, dari hasil penjualan tersebut Kakek Naib biasanya
mendapatkan 300 sampai 400 ribu rupiah untuk bertahan hidup.
Meskipun
dengan penghasilan yang sangat terbatas kakek tua itu tidak pernah berniat
untuk meminta minta sama seperti kebanyakan orang. Sesekali aku termenung
sambil menghela nafas panjang dan merasa bangga sama kakek itu walaupun usianya
terbilang sudah renta tapi semangatnya untuk mencari reseki untuk keluarganya
tidak pernah memudar. (*)